Jumat, 12 September 2014

Somewhere in Java chapter 2

Hai lagi!!! Aku cuma mau lewat aja kok enggak curhat lagi^^ tapi boleh lah yang kepo-kepo ngepoin aku ini... lagi banyak tugas, rontok semua badankuuu( dasar!). Aku mau ngasih kalian lanjutan dari 'Somewhere in Java' aja ini diaaa... yang ditunggu-tungguuu....

SOMEWHERE IN JAVA

Aku terbangun dengan kepala yang nyut-nyutan. Aku melihat kekanan dan kekiri. Aku hanya sendirian di… padang rumput? Luas banget ya? Mana pohon-pohon yang tadi? Mana jalannya? Mana mobilnya? Mana ayah dan ibu? Dimana ini? Dimana aku? Tanpa berfikir panjang, aku langsung berlari menuju matahari terbenam. Berharap, ada yang melihatku dan menolongku.
“ Ada orang disini? Kumohon! Siapa aja? Tolong!”
Sudah berapa lama aku berlari? Jam tangan yang aku pakai sama sekali tidak bergerak, sepertinya rusak. Suaraku sudah habis untuk berteriak kesana kemari, dan kakiku sudah capek. Dimana jalan rayanya? Apa tidak ada orang disini? Aku takut! Aku ingin menangis, aku sangat takut! Entah mengapa mataku capek sekali. Ini bukan waktunya tidur Jihan! Bangun! Namun aku menerjang sebuah batu, batu yang tidak aku lihat. Aku terjatuh dan tidak bisa terbangun. Aku terlalu capek untuk terbangun. Sekelebat aku melihat seorang manusia. Aku berusaha tersenyum akhirnya aku di temukan. Lalu semua gelap.
          Aku terbangun dengan mata yang dipaksa. Atap yang sederhana, lantai kayu, dinding kayu. Ini dimana? Aku segera keluar dari ruangan itu dan melihat sekeliling. Ada sebuah daun yang terjatuh dari atas. Tunggu, daun? Kok? Aku segera mendongak keatas. Sebuah pohon? Jangan-jangan ini… rumah pohon? . Aku yang takut ketinggian segera menjerit ketakutan. Aku merasakan sentuhan lembut ditanganku yang aku buat penutup muka.
          “ Kamu nggak apa-apa?”
Suara yang menenangkan hati. Sangat lembut dan cowok banget. Segera aku buka tanganku dan kulihat laki-laki tinggi tegap yang mukanya agak silau tertimpa sinar matahari.
“ Iya, makasih” lalu aku melihat kebawah, masih takut dengan ketinggian. Refleks aku memeluknya, dia terlihat terkejut. Aku segera melepaskan pelukanku “ Bisa, kamu turunkan aku dari rumahmu? Aku takut ketinggian”
“ Baiklah” dia memeluk pinggangku dan tanpa aba-aba dia meloncat begitu saja, seperti kebiasaan. Sontan, aku berteriak sangat keras. Aku mendengar teriakanku bergema di hutan itu. Saat aku sudah merasakan basahnya rumput. Aku segera membuka mataku
“ Makasih ya” aku mendongak untuk melihat mukanya. Wow, wajahnya ganteng. Terlihat dingin, namun mempunyai sorot mata yang lembut. Deg! Perasaan apa ini? Rasanya senang saat ada dia. Apa karena aku…
“ Ada apa?” katanya lembut. Siapa ya dia? auranya sangat enak untk dipandang.
“ Tidak apa, makasih. Nama kamu siapa?” kataku dengan menjulurkan tangan
 Dia membungkuk “ Namaku Takahiro” katanya dengan tersenyum. Oh, namanya Takahiro toh. Tunggu, Takahiro? Taka…. Itukan nama orang Jepang kan? Ini dimana sih? “ Kamu kenapa lagi?” katanya lurus ke mataku.
“ I.. Ini dimana?” kataku gugup, kalau ini tetap di Indonesia, aku harus hati-hati sama orang Jepang, karena orang jepang saat masa penjajahan itu terkenal kejam, lebih kejam daripada Belanda yang disini 300 tahun.
“ Ini di Jawa kan?” katanya bingung
“ Kamu kenapa disini? Ini kapan?” kataku dengan berubi-tubi. Sumpah, aku bingung banget sama tempat ini!
Muka Takahiro berusaha tenang, namun ada kebingungan yng memancar dari matanya yang jernih “ Aku sedang berlatih panah,  ini tahun 1942” Katanya
“ Hah?!” Lalu aku melihat bajunya, baju panahan khas Jepang dan disampingnya sebuah kuda “ Kamu yang kemarin ngeggendong aku?” kataku ragu, panahan itu biasanya pagi. Kalau kemarin siapa?
“ Aku yang kemarin kok. Aku sedang lari sore untuk ketahanan fisik. Itu, rumah pohon aku” katanya dengan menunjuk rumah pohon yang tadi “ Lagipula kamu siapa? Kenapa bisa disini?” katanya dengan pandangan menghujat.
“ Namaku Jihan Sastra Awanda, aku ngak tau kenapa aku bisa disini” kataku yakin. Ya, karena aku memang tidak tau kenapa.
“ Oke, lalu kenapa kamu bisa Bahasa Jepang?” katanya dengan senyum yang… terlalu dipaksakan.
“ Bahasa jepang? Bukanya Bahasa Indonesia ya?” Tanyaku heran. Aku aja nilai Bahasa Indonesia 7, gimana bisa Bahasa Jepang?
“ Coba kamu fikir, aku ini orang Jepang. Kenapa aku pakai Bahasa Indonesia?” tanyanya aneh dengan memicingkan mata. Berusaha menindasku dengan itu.
“ Aku tidak tau, aku bingung Takahiro” kataku. Takahiro diam, aku juga. aku melihat langit biru disini, indah. Udara disini juga segar. Aku merentangkan tanganku. Coba saja, Indonesia masa mendatang seperti ini. Tidak ada polusi… pasti, nyaman tinggalnya.
“ TAKAHIRO! DIA SIAPA?” suara berat dan galak membentak Takahiro dari kejauhan.
“ Ayah” jawabnya ketakutan “ Dia…” ayahnya segera memotong pembicaraanya yang belum selesai
“ Dia orang Indonesia kan? Kenapa dia bisa disini?” kata ayahnya tegas
“ Iya, namanya Jihan yah” katanya menimpali “ Ta..tapi, dia bisa berbahasa Jepang yah” katanya lagi
“ Betul begitu? Aku tidak percaya, kita baru 1 minggu disini dan ada orang yang sudah bisa bahasa kita. Heh kamu! siapa kamu sebenarnya heh?”tanyanya dengan garang.
“ A..aku hanya anak biasa” kataku yang agak lemah. Aku agak aneh sama keluarga ini. Anaknya baik, tapi ayahnya…. Tenyata, buah tidak selalu ada di dekat pohonnya. Atau, Takahiro baik karena ibunya?
“ BICARA YANG TEGAS DAN PERKENALKAN DIRIMU LEBIH PANJANG! Kalau tidak…” kata ayahnya lagi dengan menarik pedang. Ah, aku takut. Ibu! Ayah! Dimana kalian?
“ Ayah, jangan! Dia tidak bersalah…dia tidak melakukan apa-apa!” kata Takahiro dengan cepat
“ Diam kamu anak yang enggak tau diuntung! Kamu terlalu baik kepada orang lain! Gara-gara kamu! ibumu…” katanya dengan keras dan seketika berhenti. Namun, ketika aku melihat wajah rentanya. Aku melihat kesedihan di matanya.
“ Maaf yah, aku… aku enggak tau harus bilang apa” katanya dengan kesedihan yang sama.
“ Maaf memang ada a…” kataku yang ingin bertanya. Padahal, tinggal bilang ‘pa’ udah selesai. Tapi…
“ Diam kamu! sekarang bilang, siapa kamu sebenarnya” aku sedikit terkejut dengan orang tua itu. Tiba-tiba baik, tiba-tiba galak. Aneh.
“ Iya..iya..iya. Nama saya Jihan Sastra Wandaya. Umur 15 tahun. Ingin masuk SMA Harapan 2. Lulus dari SMP Jaya Indonesia. Saya bisa bermain piano, gitar dan biola. Saya bisa karate, naik kuda, panahan dan Taekwondo. Ibu saya bernama Iska Nur Yahya. Ayah saya bernama Muhammad Surya Pratama. Saya anak tunggal.” Kataku dengan malas. Ini kaya drama atau bisa dibilang sinetron. Gimana bisa aku jatuh ke masa lalu atau… aku lagi dikerjain sama ayah dan ibu lagi? Tapi, tadi malam itu… masa aku ditinggal di lapangan? Kalo kaya gitu kan jahat banget pembuatnya.tapi aku kan bukan artis atau apapun. Mungkin ini mimpi.
“ Kamu bisa sebanyak itu?” tanya ayahnya Takahiro dengan tidak percaya. Aku hanya mengangguk. Kenapa? Itukan sudah biasa bukan?. Mereka semua hanya melongo. Aneh! Jangan-jangan di jaman ini belum ada  yang belajar musik ya? “ Kenapa bisa? Kamu mata-mata ya? Pengawal! Tangkap dia!” Takahiro langsung membawaku pergi dengan menyeretku paksa dan menunggangi kudanya. Anak buah ayahnya Takahiro berusaha mengejarku dan Takahiro tapi, mereka sudah jauh dibelakang.
Mungkin sudah satu jam aku menunggangi kuda coklat ini jauh kedalam hutan.
“ Kita mau kemana sih? Udah lama aku duduk disini. Kesemutan juga kakiku” aku segera meluruskan kakiku yang malang.
“ Bentar lagi juga sampai kok. Sabar aja” katanya dengan tersenyum. Entah kenapa aku meresa nyaman dan percaya dengannya. Aku Tunggu, sepertinya aku mengenal sungai besar ini deh. Tapi, dimana ya?
“ Jihan, kamu jangan pernah kesini lagi” katanya dengan terengah-engah
“ Kenapa?”
“ Ini bukan masamu kan?” katanya menyerigai
“ Iya, aku dari 2014” kataku bersalah “ Tapi, aku tidak tau kenapa aku bisa disini, dan tidak tau bagaimana bisa pulang” aku juga sedikit bingung kenapa Takahiro bisa tau(agak lemot, maaf ya)
“ Kamu tinggal menyusuri sungai ini dan kamu akan pulang” katanya dengan tersenyum, senyum terakhirnya untukku. Aku takut untuk kehilangan Takahiro entah mengapa. Aku ingin ada disampingnya selalu. Tapi, kita berbeda waktu. Waktu kita tidak akan sama lagi, dan memang tidak pernah sama. Aku tidak tau perasaan apa ini, yang jelas aku belum pernah merasakannya terhadap siapapun. Aku berusaha tersenyum, dan menyusuri sungai itu. Aku melihat kebelakang lagi. Dia masih ada disana, aku segera melambaikan tangan dan mulai berlari. Aku mendengar sesuatu walaupun tidak begitu jelas
“ Semoga kita bisa ketemu lagi Jihan!”
Aku hanya tersenyum mendengarnya, hatiku menghangat. Aku berlari menuju cahaya dengan hati yang bahagia entah mengapa. Apa….ini yang disebut cinta?
TO BE CONTINUE