Hai lagi!!! Aku cuma mau lewat aja kok enggak curhat lagi^^ tapi boleh lah yang kepo-kepo ngepoin aku ini... lagi banyak tugas, rontok semua badankuuu( dasar!). Aku mau ngasih kalian lanjutan dari 'Somewhere in Java' aja ini diaaa... yang ditunggu-tungguuu....
SOMEWHERE IN JAVA
Aku terbangun dengan kepala yang nyut-nyutan. Aku
melihat kekanan dan kekiri. Aku hanya sendirian di… padang rumput? Luas banget
ya? Mana pohon-pohon yang tadi? Mana jalannya? Mana mobilnya? Mana ayah dan
ibu? Dimana ini? Dimana aku? Tanpa berfikir panjang, aku langsung berlari
menuju matahari terbenam. Berharap, ada yang melihatku dan menolongku.
“ Ada orang disini? Kumohon! Siapa aja? Tolong!”
Sudah berapa lama aku berlari? Jam tangan yang aku
pakai sama sekali tidak bergerak, sepertinya rusak. Suaraku sudah habis untuk
berteriak kesana kemari, dan kakiku sudah capek. Dimana jalan rayanya? Apa
tidak ada orang disini? Aku takut! Aku ingin menangis, aku sangat takut! Entah
mengapa mataku capek sekali. Ini bukan waktunya tidur Jihan! Bangun!
Namun aku menerjang sebuah batu, batu yang tidak aku lihat. Aku terjatuh dan
tidak bisa terbangun. Aku terlalu capek untuk terbangun. Sekelebat aku melihat
seorang manusia. Aku berusaha tersenyum akhirnya aku di temukan. Lalu semua
gelap.
Aku terbangun
dengan mata yang dipaksa. Atap yang sederhana, lantai kayu, dinding kayu. Ini
dimana? Aku segera keluar dari ruangan itu dan melihat sekeliling. Ada sebuah
daun yang terjatuh dari atas. Tunggu, daun? Kok? Aku segera mendongak
keatas. Sebuah pohon? Jangan-jangan ini… rumah pohon? . Aku yang takut
ketinggian segera menjerit ketakutan. Aku merasakan sentuhan lembut ditanganku
yang aku buat penutup muka.
“ Kamu nggak
apa-apa?”
Suara yang menenangkan hati. Sangat lembut dan
cowok banget. Segera aku buka tanganku dan kulihat laki-laki tinggi tegap yang
mukanya agak silau tertimpa sinar matahari.
“ Iya, makasih” lalu aku melihat kebawah, masih
takut dengan ketinggian. Refleks aku memeluknya, dia terlihat terkejut. Aku
segera melepaskan pelukanku “ Bisa, kamu turunkan aku dari rumahmu? Aku takut
ketinggian”
“ Baiklah” dia memeluk pinggangku dan tanpa
aba-aba dia meloncat begitu saja, seperti kebiasaan. Sontan, aku berteriak
sangat keras. Aku mendengar teriakanku bergema di hutan itu. Saat aku sudah
merasakan basahnya rumput. Aku segera membuka mataku
“ Makasih ya” aku mendongak untuk melihat mukanya.
Wow, wajahnya ganteng. Terlihat dingin, namun mempunyai sorot mata yang lembut.
Deg! Perasaan apa ini? Rasanya senang saat ada dia. Apa karena aku…
“ Ada apa?” katanya lembut. Siapa ya dia? auranya
sangat enak untk dipandang.
“ Tidak apa, makasih. Nama kamu siapa?” kataku
dengan menjulurkan tangan
Dia
membungkuk “ Namaku Takahiro” katanya dengan tersenyum. Oh, namanya Takahiro
toh. Tunggu, Takahiro? Taka…. Itukan nama orang Jepang kan? Ini dimana sih? “ Kamu
kenapa lagi?” katanya lurus ke mataku.
“ I.. Ini dimana?” kataku gugup, kalau ini tetap
di Indonesia, aku harus hati-hati sama orang Jepang, karena orang jepang saat
masa penjajahan itu terkenal kejam, lebih kejam daripada Belanda yang disini
300 tahun.
“ Ini di Jawa kan?” katanya bingung
“ Kamu kenapa disini? Ini kapan?” kataku dengan
berubi-tubi. Sumpah, aku bingung banget sama tempat ini!
Muka Takahiro berusaha tenang, namun ada
kebingungan yng memancar dari matanya yang jernih “ Aku sedang berlatih panah, ini tahun 1942” Katanya
“ Hah?!” Lalu aku melihat bajunya, baju panahan
khas Jepang dan disampingnya sebuah kuda “ Kamu yang kemarin ngeggendong aku?”
kataku ragu, panahan itu biasanya pagi. Kalau kemarin siapa?
“ Aku yang kemarin kok. Aku sedang lari sore untuk
ketahanan fisik. Itu, rumah pohon aku” katanya dengan menunjuk rumah pohon yang
tadi “ Lagipula kamu siapa? Kenapa bisa disini?” katanya dengan pandangan
menghujat.
“ Namaku Jihan Sastra Awanda, aku ngak tau kenapa
aku bisa disini” kataku yakin. Ya, karena aku memang tidak tau kenapa.
“ Oke, lalu kenapa kamu bisa Bahasa Jepang?”
katanya dengan senyum yang… terlalu dipaksakan.
“ Bahasa jepang? Bukanya Bahasa Indonesia ya?”
Tanyaku heran. Aku aja nilai Bahasa Indonesia 7, gimana bisa Bahasa Jepang?
“ Coba kamu fikir, aku ini orang Jepang. Kenapa
aku pakai Bahasa Indonesia?” tanyanya aneh dengan memicingkan mata. Berusaha
menindasku dengan itu.
“ Aku tidak tau, aku bingung Takahiro” kataku.
Takahiro diam, aku juga. aku melihat langit biru disini, indah. Udara disini
juga segar. Aku merentangkan tanganku. Coba saja, Indonesia masa mendatang
seperti ini. Tidak ada polusi… pasti, nyaman tinggalnya.
“ TAKAHIRO! DIA SIAPA?” suara berat dan galak
membentak Takahiro dari kejauhan.
“ Ayah” jawabnya ketakutan “ Dia…” ayahnya segera
memotong pembicaraanya yang belum selesai
“ Dia orang Indonesia kan? Kenapa dia bisa disini?”
kata ayahnya tegas
“ Iya, namanya Jihan yah” katanya menimpali “ Ta..tapi,
dia bisa berbahasa Jepang yah” katanya lagi
“ Betul begitu? Aku tidak percaya, kita baru 1
minggu disini dan ada orang yang sudah bisa bahasa kita. Heh kamu! siapa kamu
sebenarnya heh?”tanyanya dengan garang.
“ A..aku hanya anak biasa” kataku yang agak lemah.
Aku agak aneh sama keluarga ini. Anaknya baik, tapi ayahnya…. Tenyata, buah
tidak selalu ada di dekat pohonnya. Atau, Takahiro baik karena ibunya?
“ BICARA YANG TEGAS DAN PERKENALKAN DIRIMU LEBIH
PANJANG! Kalau tidak…” kata ayahnya lagi dengan menarik pedang. Ah, aku takut.
Ibu! Ayah! Dimana kalian?
“ Ayah, jangan! Dia tidak bersalah…dia tidak
melakukan apa-apa!” kata Takahiro dengan cepat
“ Diam kamu anak yang enggak tau diuntung! Kamu
terlalu baik kepada orang lain! Gara-gara kamu! ibumu…” katanya dengan keras
dan seketika berhenti. Namun, ketika aku melihat wajah rentanya. Aku melihat
kesedihan di matanya.
“ Maaf yah, aku… aku enggak tau harus bilang apa”
katanya dengan kesedihan yang sama.
“ Maaf memang ada a…” kataku yang ingin bertanya.
Padahal, tinggal bilang ‘pa’ udah selesai. Tapi…
“ Diam kamu! sekarang bilang, siapa kamu
sebenarnya” aku sedikit terkejut dengan orang tua itu. Tiba-tiba baik,
tiba-tiba galak. Aneh.
“ Iya..iya..iya. Nama saya Jihan Sastra Wandaya.
Umur 15 tahun. Ingin masuk SMA Harapan 2. Lulus dari SMP Jaya Indonesia. Saya
bisa bermain piano, gitar dan biola. Saya bisa karate, naik kuda, panahan dan
Taekwondo. Ibu saya bernama Iska Nur Yahya. Ayah saya bernama Muhammad Surya
Pratama. Saya anak tunggal.” Kataku dengan malas. Ini kaya drama atau bisa
dibilang sinetron. Gimana bisa aku jatuh ke masa lalu atau… aku lagi dikerjain
sama ayah dan ibu lagi? Tapi, tadi malam itu… masa aku ditinggal di lapangan?
Kalo kaya gitu kan jahat banget pembuatnya.tapi aku kan bukan artis atau
apapun. Mungkin ini mimpi.
“ Kamu bisa sebanyak itu?” tanya ayahnya Takahiro
dengan tidak percaya. Aku hanya mengangguk. Kenapa? Itukan sudah biasa bukan?.
Mereka semua hanya melongo. Aneh! Jangan-jangan di jaman ini belum ada yang belajar musik ya? “ Kenapa bisa? Kamu
mata-mata ya? Pengawal! Tangkap dia!” Takahiro langsung membawaku pergi dengan
menyeretku paksa dan menunggangi kudanya. Anak buah ayahnya Takahiro berusaha
mengejarku dan Takahiro tapi, mereka sudah jauh dibelakang.
Mungkin sudah satu jam aku menunggangi kuda coklat
ini jauh kedalam hutan.
“ Kita mau kemana sih? Udah lama aku duduk disini.
Kesemutan juga kakiku” aku segera meluruskan kakiku yang malang.
“ Bentar lagi juga sampai kok. Sabar aja” katanya
dengan tersenyum. Entah kenapa aku meresa nyaman dan percaya dengannya. Aku Tunggu,
sepertinya aku mengenal sungai besar ini deh. Tapi, dimana ya?
“ Jihan, kamu jangan pernah kesini lagi” katanya
dengan terengah-engah
“ Kenapa?”
“ Ini bukan masamu kan?” katanya menyerigai
“ Iya, aku dari 2014” kataku bersalah “ Tapi, aku
tidak tau kenapa aku bisa disini, dan tidak tau bagaimana bisa pulang” aku juga
sedikit bingung kenapa Takahiro bisa tau(agak lemot, maaf ya)
“ Kamu tinggal menyusuri sungai ini dan kamu akan
pulang” katanya dengan tersenyum, senyum terakhirnya untukku. Aku takut untuk
kehilangan Takahiro entah mengapa. Aku ingin ada disampingnya selalu. Tapi,
kita berbeda waktu. Waktu kita tidak akan sama lagi, dan memang tidak pernah
sama. Aku tidak tau perasaan apa ini, yang jelas aku belum pernah merasakannya
terhadap siapapun. Aku berusaha tersenyum, dan menyusuri sungai itu. Aku
melihat kebelakang lagi. Dia masih ada disana, aku segera melambaikan tangan
dan mulai berlari. Aku mendengar sesuatu walaupun tidak begitu jelas
“ Semoga kita bisa ketemu lagi Jihan!”
Aku hanya tersenyum mendengarnya, hatiku
menghangat. Aku berlari menuju cahaya dengan hati yang bahagia entah mengapa.
Apa….ini yang disebut cinta?
TO BE CONTINUE